saraahmegha.com

Pertemuan Pertama dengan Buku Bajakan

Posting Komentar

Cerita awal

Buku, bisa dibilang salah satu benda yang kusuka. Meski dengan alasan yang cukup klise, dan dengan bumbu-bumbu rasa micin memori masa lalu yang cukup menggugah kenangan.

Salah satu cerita yang kuingat dengan buku adalah pertemuan pertamamu dengan BUKU BAJAKAN. Aku lupa tepatnya kapan, sepertinya saat anak sulungku berusia dua tahun. Percayalah saat menjadi seorang Ibu ada tangki ilmu yang sepertinya meronta-ronta untuk diisi, termasuk dalam hal kesehatan anak.

Kemudian salah satu rekanku merekomendasi salah satu buku dalam obrolan chat grup kami, yang mana penulisnya adalah salah satu dokter yang kuikuti di media sosial.

Secepat kilat segera kueksekusi untuk mencari buku tersebut di salah satu marketplace.

Saat buku sampai, rasanya kaget sekagetnya, cover buku yang terasa murahan, isi yang seperti potocopian, dan bahkan binding buku yang sepertinya hanya di lem sekenanya saja. Praktis langsung kecewa.

Sebuah rentetan keluhan segera meluncur ketika pillow talk bersama suami.

Dan selanjutnya baru kusadari bahwa buku yang kubeli adalah bajakan adalah saat di salah satu komunitas menulisku membahas buku bajakan, jujur saja aku baru "ngeuh" ternyata memang benar ada buku bajakan. Yang lalu disertai mengcek ulang deskripsi barang di marketplace, padahal sudah jelas tertulis replika, hanya karena harga lebih murah aku memutuskan untuk membelinya, kapok!

Sejak pertemuan pertama itu, seringnya ketika aku akan membeli buku, jika memang ada rezeki lebih baik membeli di toko terpecaya dan barang original, dan jikalau terbatas dana, membeli buku preloved pun tak mengapa bagiku, karena memang terasa perbedaannya.

Ada kenyamanan membaca yang harus digadaikan, sangat mubadzir juga. Bahkan aroma buku juga terasa berbeda, mungkin kurang dikasih molto.

Dan yang terpenting, saat kita membeli buku asli kita lebih menghargai si penulis, dan penerbitnya. Karena menghasilkan satu buku memang membutuhkan effort dana, tenaga yang lebih.

Tak hanya buku saja yang mengalami bajak membajak, adapula beberapa naskah penulis yang bocor dengan hasil scanning yang ala kadarnya.

Tak hanya satu dua naskah, bahkan aku juga pernah mendapat satu link tersendiri yang berisi puluhan naskah dari Tere Liye, Fiersa Besari, dan beberapa penulis genre "senja nan sendu" lainnya, mirisnya aku mendapatkan itu dari salah satu komunitas menulis juga. Ya begitulah.

Salah satu solusi

Setelah sebuah cerita tentang buku bajakan bahkan naskah bajakan hasil scanning, dan sedikit curhatan colongan tibalah pada sebuah solusi membaca.

Ada banyak solusi membaca jika "hepeng" sedang seret, bisa mencari buku preloved dan ini tak mengurangi esensi dari isi buku.

Aku pribadi juga membeli buku-buku second jika terbatas dana, karena memang selisihnya sampai lima puluh ribu sendiri, oh tidak bahkan sampai ratusan ribu, seperti salah satu buku yang fresh baru kubeli kemarin dengan harga 30.000.

Awalnya kukira penuh dengan coretan atau stabilo, nyatanya mulus seperti buku baru yang mang sudah tersimpan lama saja.

Solusi lainnya dengan membaca di perpustakaan digital. Percayalah, perpustakaan kita memiliki buku digital yang terbilang cukup lengkap layaknya toko buku, namun memang untuk beberapa buku baru kita harus mengantri, tapi koleksi buku-buku lain juga cukup banyak juga kok.

Kalian pernah memiliki pengalaman yang serupa?


#tantanganmenulis01
#rumbelliterasimedia
#ibuprofesionalsemarang
#kipsemarang
______________
www.saraahmegha.com



Related Posts

Posting Komentar