saraahmegha.com

Good Childhood Memories: Usaha Meninggalkan Kenangan Baik bagi Anak

23 komentar
good-childhood
Good Childhood Memories: Usaha Meninggalkan Kenangan Baik bagi Anak

Pagi tadi saat aku mengantar anak sulungku ke Kuttab, tanpa kusadari aku berada di belakang satu motor, motor tersebut membantu kami menyeberang di jalan raya. Tampak interaksi manis seorang Ayah dan anak gadisnya yang berusia 7 atau 8 tahun. Aku bisa mengambil kesimpulan kalau anak kami bersekolah di tempat yang sama, dan itulah yang membuatku mengambil posisi berada di belakang motor si bapak tersebut.

Kemudian sebuah mobil tiba-tiba melambat, si Ayah memilih mengambil jalan ke kiri berbatu keluar dari jalur, mungkin karena mobil tersebut tiba-tiba rem. Si Ayah terkekeh, si anak ikut tertawa karena kejadian tadi, bisa-bisanya keluar jalur. Aku yang di belakang yang sedari tadi mengamati dari belakang juga ikut tersenyum melihat manisnya interaksi ayah dan anak tersebut.

Melihat kejadian itu, ingatanku kembali di masa lalu, ya.. aku pernah mengalami hal serupa, aku dan ayah rahimahullah. Ayahku adalah sosok yang lebih dekat denganku semenjak kecil, dari yang mengantarkanku ke mana saja bahkan meski anaknya sudah berstatus mahasiswi tetap asyik-ayik saja mengantar sampai depan kampus.

Kenangan masa kecilku lebih banyak bingkai milik ayahku. Jadi, meski sudah berusia kepala tiga, tiap melihat potret manis seorang Ayah dengan anaknya, ingatanku kembali ke masa-masa tersebut.

Kemudian aku teringat, beberapa waktu lalu aku menemukan satu buku yang menurutku sangat hangat saat dibaca. Buku itu berjudul, Good Chilhood Memories, Karya Damar Aisyah.

Buku apasih?

Good Chilhood Memories
Label buku ini pada kategori parenting, meski saat membacanya aku lebih merasa ke pengalaman penulis yang berusaha untuk memberikan kenangan manis anak-anaknya. Ada beberapa bagian yang membuatku "nyes" saat membacanya.

Buku ini terbilang sangat ringan dengan dimensi 14 x 20 sehingga muat masuk tas mungilku. Buku ini kulahap dalam sekali duduk. Sekitar 190 sekian halaman. Bahasa yang digunakan ringan dan mudah dicerna, bukan bahasa ilmiah yang ada kalanya perlu membuka google karena membuat dahi berkerut, ya seringan itu.

Buku ini terdiri dari empat bab utama dan tiap bab terdiri dari beberapa sub bab. 

Bab 1 : Menjaga ingatan masa kecil
Bab 2 : Apa yang anak pikirkan tentang Orang Tuanya
Bab 3 : Pilihan- pilihan baik bagi anak
Bab 3 : Belajar kehidupan

Buku ini cukup menarik bagiku, aku mendapatkan buku ini di salah satu marketplace karena membaca blurbnya.
Kenangan seseorang yang membuat ia bahagia saat masa kecilnya

Yap, buku ini lebih ke pengalaman pribadi penulis menerapkan parenting keluarganya. Penulis berbagi tentang sudut pandang penulis tentang pentingnya sebuah kenangan di masa kanak-kanak, dengan kita sebagai orangtuanya.
Sejak menjadi orangtua, diam-diam saya sering memimpikan rumah yang bisa menjadi tempat memulai petualangan hidup bagi kedua anak saya. Saya percaya rumah yang memiliki atmosfer positif mampu menumbuhkan anak-anak yang bahagia. - Damar Aisyah

Saat membaca pembuka ini, ada rasa berdebar manis. Setiap orangtua bahkan aku berharap mampu memberikan kenangan manis bagi anak-anaknya, bahkan beberapa waktu lalu, oh tidak lebih tepatnya saat anak pertamaku terlahir di dunia ini, aku selalu ingin membuat kenangan baik, yang misal (usia tak ada yang tahu) mereka memiliki kenangan dengan Ibu mereka, aku.

Kesimpulan dari bab 1 tentang seorang Ibu yang Berdamai dengan dirinya sendiri

Pada sub bab kedua menceritakan tentang proses dari Mbak Damar ketika menjalani perannya sebagai seorang Ibu. Peran Ibu adalah peran yang tidak langsung cling jadi, ada proses yang dilaluinya. Saat membaca bab ini, aku ikut terbawa suasana, proses penerimaan menjadi Ibu memang butuh proses dan berdamai dengan diri sendiri.
Perasaan tidak mampu kerap membayangi seorang Ibu... 
- Damar Aisyah

Saat membaca bagian ini kental terasa, setiap Ibu memiliki porsi "cobaannya" sendiri-sendiri, ada yang mungkin sama atau mungkin ada yang berbeda. Atau bisa jadi sama namun kadar rasa tiap Ibu memang berbeda-beda tergantung dengan berbagai faktor yang melatar belakanginya.


Usai membaca bab pertama ini, ada bagian menarik tentang kenangan itu sendiri, aku lalu menemukan beberapa hal menarik ketika berselancar ke mesin pencari tentang jurnal-jurnal ilmiah kaitan sebuah kenangan dengan kondisi seseorang di saat ini, dan hasilnya membuatku merenung panjang. (mungkin akan kuposting setelah postingan ini)

Bab 2 pentingnya kedekatan orangtua dengan anak yang akan mempengaruhi karakter anak

Bab kedua ini lebih mengupas mengenai hubungan anak dengan orangtuanya. Penulis menjelaskan kondisi keluarganya, di mana anak perempuannya cenderung dekat secara hati dengan sosok Ayah, dan anak laki-laki penulis lebih dekat dengan Ibunya.

Nyatanya, di kehidupan sehari-hari terasa seringnya seperti itu ya? aku pribadi mengakui jikalau aku lebih dekat dengan Ayahku, dan Adik laki-lakiku lebih dekat dengan Ibuku.

Banyak penelitian yang memaparkan juga mengenai pentingnya anak-anak dekat orangtuanya, mereka akan saling melengkapi. karena anak adalah pencontoh dari orangtuanya. Banyak juga penelitian yang menjelaskan, apa yang terjadi jika anak perempuan dekat dengan sosok Ayahnya, begitupula sebaliknya.
Ayah adalah laki-laki pertama yang hadir dalam kehidupan setiap perempuan. Boleh jadi ada adik, kakak, atau saudara laki-laki lainnya, tetapi tentu semuanya tidak dapat menyamai peran Ayah. - Damar Aisyah

Mbak Damar menjelaskan bahwa melalui Ayahnya, seorang anak perempuan melihat bagaimana seharusnya laki-laki berperan. Secara tak langsung Ayah menjadi figur utama rujukan seorang anak perempuan.

Aku pribadi ketika membaca bagian rasanya dalem ya.

Bab 3  orangtua sebaiknya memberikan kepercayaan kepada anaknya, yakinlah mereka mampu

Bab ini penulis lebih menceritakan hubungan orangtua dan anaknya, anak-anak memiliki pilihan-pilihannya, yang mungkin jika dinalar dengan cara pikir orang dewasa kita tak setuju.
Children see, childreen do....
Namun, itulah poin pentingnya. Meyakini bahwa mereka mampu dengan keputusan-keputusan mereka sendiri, kita sebagai orangtua sebagai fasilitator yang mengarahkan dan kemudi utama tetap kepada anak-anak.

Bab 4 belajar melepaskan

Jujur saja di bab ini, ada debaran tersendiri yang kurasakan, bab ini hanya terdirio dari empat sub bab, tak sepanjang bab satu, dua, atau tiga. 
Namun, inilah bagian kuncinya belajar melepaskan anak. 
Teringat salah satu pembicara parenting, di mana ia menjelaskan mengenai peran orangtua yang mengajari anaknya supaya mampu berdiri di kedua kakinya sendiri, karena sejatinya kelak kita akan saling meninggalkan, entah itu jarak, atau usia.

Pada bab ini bagian yang paling berkesan bagiku pada sub bab belajar melepas. Di sana penulis bercerita tentang hobi suami penulis yang memelihara burung-burung, namun berbeda dengan orang-orang lainnya. Suami penulis merawat hewan peliharaanya dengan sangat telaten dan penuh kasih sayang, namun suatu ketika sang suami memanggil kedua anaknya untuk naik ke atas untuk menyaksikan burung-burung di lepas, bagaima ekspresi kedua anak penulis? selengkapnya bisa langsung dibaca sendiri ya.

Pada bab ini juga, saya merasakan getir seorang Ibu, akan "apa yang akan terjadi kepada anak-anak di masa depan" mungkin ini kekhawatiran para orangtua semua. Ada harapan dan doa agar anak-anak menjadi bagian orang-orang yang selamat dunia dan akhirat.

Orangtua memang harus menyadari, bahwa anak adalah titipan yang kelak mereka akan terbang mandiri. Kita mengupayakan untuk mendidik dengan ikhlas mengharap ridha Allah, agar apa yang kita lakukan menjadi ladang pahala kelak kita. 

Sudah kukatakan sebelumnya, buku ini terbilang renyah dan mudah dicerna. Ada kesan tersendiri saat selesai membaca, apalagi isinya terbilang satu frame dengan apa yang kupikirkan juga. Menambah rasa legit saat usai membacanya.

Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan waktu umur untuk membersamai anak-anak sampai rambut memutih dan menua. 

Selamat memberikan kenangan manis bagi ananda tercinta.

Ada kalanya saat aku sedang diam memandang anak-anak bermain atau berceloteh, ada kilatan kenangan masa lalu, terasa manis dan teduh. Dan semoga apa yang diupayakan hari ini akan membekas di hati anak jika aku sudah tak ada.

Related Posts

23 komentar

  1. Melted di bagian akhirnya, part melepaskan anak. Time flies dan memang sewaktu-waktu saat itu akan tiba. Korelasinya, penting sekali untuk kita sebagai orang tua menabung kenangan yang baik untuk anak-anak kita, sebab kesempatan dan waktu tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya. Terima kasih untuk remindernya mba.... Wajib baca buku ini mah...

    BalasHapus
  2. Menarik sekali buku Mbak Damar. Saya pun merasa kedekatan ortu dengan anak itu penting banget. Spending time with them to make precious moments nggak akan tergantikan oleh apapun. Tentu sebagai orang tua ketika udah nggak ada nanti ingin anak-anak tetap ingat saya sebagai ibu yang senaang meluangkan waktu bersama anak..

    BalasHapus
  3. MasyaAllah, langsung teringat dan flashback ke masa saya menjaga anak-anak ketika kecil. Bermacam-macam pertanyaan pun ikut timbul. Apakah saya sudah menjadi ibu yang baik untuk mereka? Apakah mereka akan mengenang dan rajin mendoakan saya jika ternyata saya mendahului mereka? Ikut berdoa semoga saya dan suami bisa terus mendampingi mereka hingga kami menua dan mereka mampu berdiri dengan teguh di atas kedua kakinya sendiri.

    BalasHapus
  4. Wah jadi ingin membaca bukunya juga.

    Iya hubungan pertama seorang anak adalah dengan orangtuanya, jadi memang harus diupayakan yang terbaik.

    BalasHapus
  5. Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Beruntunglah kita, Mba, yang pernah mengecap manisnya cinta dari ayah, dan jangan lupa meneruskannya untuk keturunan kita kelak.

    BalasHapus
  6. MasyaAllah mba, walaupun q tidak banyak kenangan indah semasa kecil, tp tulisan ini bikin netes air mataku. Jazaakillah khoir untuk tulisan indahnya ya mba❤️

    BalasHapus
  7. Jadi inget masa kecilku yang memang jarang banget habisin waktu bareng keluarga, baca ini jadi ikutan berkaca2 masyaAllaah, kepo dan pengen baca bukunya jg

    BalasHapus
  8. Banyak sekali PR saya sebagai ibu. Sangat memotivasi untuk jadi ibu yang lebih baik

    BalasHapus
  9. Wahhh ini buku solo nya mba Damar? Keren banget. Tapi iya sih, membangun bonding anak2 sejak sekarang itu penting banget dan menentukan gimana anak kelak memperlakukan anak2 mereka juga saat udah dewasa dan berkeluarga.

    BalasHapus
  10. Wah bagus nih buat buku referensi parenting, yah mumping masih belim punya anak jd baca buku.y semoga bisa dibanyakin

    BalasHapus
  11. yang banyak sering terjadi adalah banyak orangtua yang tidak memberikan kepercayaan bahwa anaknya bisa. di satu sisi karena kasih sayang mereka dan khawatir tapi di sisi lain membuat anak menjadi tidak berkembang mandiri dan berani ambil keputusan, sehingga dengan tidak diberikan kesempatan atau dipercaya membuat anak merasa tidak dihargai atau dipercaya ya mba

    BalasHapus
  12. Membaca tulisan ini aku jadi ingat pengalamanku dulu bersama Ayah. Sering sekali pulang kantor menyempatkan untuk mengantarku mengaji bersama kakakku. Hujan², naik motor eeeee sandalnya lepas dan membuat kami tertawa kepas. Memang Ayah itu adalah cinta pertama anak perempuan ya, Mbak

    BalasHapus
  13. terimakasih atas reviewnya, jujurly pengen baca juga...setuju sekali...sangat penting bagi ibu untuk berdamai dengan diri sndiri, ayah dn bunda perlu ada bnyak kompromi demi menciptakan dn memberikan kenangan yang baik untuk anak..bismillah kita dimudahkan semua aamiin

    BalasHapus
  14. Kak, bukunya bagus sekaliii..
    Aku sedang butuh membaca yang bagian 4 dari buku Good Childhood Memories karena persiapan melepas anakku untuk sekolah boarding tahun depan.

    Semoga apa yang sudah aku tanamkan di masa-masa sebelumnya, bisa menjadi kenangan yang menuntun ananda dalam kehidupan kemandirian,

    BalasHapus
  15. Auto masuk memori masa kecilku dulu, Kak. Balapan setoran ngaji sama mas di bapak, kalau bapak duluin mas, mesti ngambek. wkwkkw. yaampun :D

    BalasHapus
  16. membaca kilasan kenangan mbak dg alm ayahanda, membuatku terkenang hal yg serupa : sosok ayah tercinta yg selalu mengantar-jemputku ke mana2 bahkan hingga awal2 masa jerja..hiks..sungguh kenangan indah.. terima kasih juga infonya ttg buku bagus ini..

    BalasHapus
  17. Kenangan masa kecil hingga aku kuliah juga sama degan Megha. Teman kuliah ku dulu pernah protes melihat aku diantar Bapakku hingga parkiran jurusan. Katanya, enak banget kuliah masih diantar sama Bapak. Kalo aku jawabnya karena ngejar waktu dari pada naik angkot, hihiii.

    Dan bener juga kalo aku juga lebih dekat pada bapakku, bahkan untuk kebutuhan membeli pembalut pun beliau nggak segan ke warung. Alhamdulillah mendapatkan suami pun mirip dengan sifat rahimahullah Bapak. Dan kedua anak kami pun sejak kecil dekat dengan aku, bahkan anak bungsuku pernah marah waktu disebut golongan darahnya kayak bapaknya. Dia maunya kayak aku, heheheee

    BalasHapus
  18. Jadi ingat sepupu anak perempuan semata wayang tapi memilih kerja dan tinggal diluar negeri, bapak ibunya pun tidak khawatir, ikhlas. Mereka hanya berdoa agar anaknya bisa survive di Negeri orang.

    BalasHapus
  19. Auto masuk daftar belanja buku bulan depan. Kenangan2 dengan orang terdekat sedikit banyak memang membentuk kita di masa depan ya mbak, tapi ada juga yg aku nggak punya kenangan sama mereka :')

    BalasHapus
  20. aku juga punya banyak cerita bersama Bapak, karena Ibuk tidak bisa naik motor jadi kemana-mana selalu bersama Bapak....

    BalasHapus
  21. wah jadi inget film sabtu bersama bapak,... aku bakalnangis dehbaca buku ini ssoale aku anake gampang melow

    BalasHapus
  22. Barokallah buku yang sangat menyentuh ya ini mba, membuat kebersamaan dengan keluarga semacam di flashback ulang. Jadi pengen membacanya

    BalasHapus
  23. Bukunya bagus ya, parentingnya dapet banget. Baca ulasan ini aku juga jadi inget, mamaku selalu bilang ga pernah nakutin anak2nya dengan hal apapun. Bahkan nakut2in soal hantu pun ga pernah, jadi aku emang tumbuh ya ga takut sama hantu dsb, takut pun hadapin aja. Ngaruh banget loh kenangan seperti itu

    BalasHapus

Posting Komentar