saraahmegha.com

5 Alasan Kami Memilih Karate untuk Anak Kami

9 komentar


karate

Aku mulai mendaftarkan anak pertamaku untuk ikut serta karate di tahun 2021 saat itu usianya baru saja menginjak lima tahun. Pandemi sudah mulai longgar.

Ada banyak pertimbangan kenapa aku memilih karate untuk anak pertamaku.

1. Si anak Introvert
Anak pertamaku terbilang anak yang introvert, waktunya kebanyakan memang bersamaku. Meski ia introvert bukan berarti antisosial ia, ia masih bisa bergaul dengan banyak orang, namun dahulu ia lebih banyak diam dan cenderung hanya sebagai pengamat.

2. Pernah diusili salah satu saudara, dan teman
Karena ada kalanya dia pasif dan pendiam, mungkin itu juga yang membuat ia sering diusili oleh salah satu saudaranya, ia banyak mendapat abuse, dari verbal sampai ke fisik. Ia hanya diam dan mengalah, dan belum tau caranya untuk membela diri, membela diri ya bukan malah mengajak berantem. Yap, minimal ia bisa membela dirinya sendiri saat ia diusili.

Selain diusili oleh kakaknya, ia pernah mendapat perlakukan tak enak dari teman-temannya. Saat itu ia pulang menangis, sambil terisak-isak ia bercerita kalau ada anak-anak yang lebih besar mengerjai dirinya, dan teman-temannya tak berani membelanya.

Aku terdiam, mendengarkan dengan khidmat, meski menahan amarah di rongga dada. Rasanya ingin kutanya siapa namanya dan di mana rumahnya, hahahaha. Padahal kalau diingat saat ini, itu adalah problematika anak-anak dan lewat kejadian seperti itu anakku jadi mulai memahami mana yang sebaiknya didekati untuk berteman dan mana yang sebaiknya jangan, atau mana yang sebaiknya belum dulu untuk dekat.

Rasanya, menjadi pembelajaran tersendiri ya, saat anak mengalami hal tak menyenangkan.

3. Pelatihnya yang Ramah Anak
Lalu singkat cerita aku melakukan survey di salah satu dojo karate dekat rumahku, dalam waktu sehari aku memperhatikan proses belajar. Saat itu masih diampu Kang Yana, Teh Alma dan Teh Lili masih sebagai asisten.

Aku langsung tertarik, karena para pelatihnya yang tampak ramah dengan anak-anak, pun saat itu anak pertamaku yang awalnya hanya malu-malu di belakang dan paling ujung, oleh Kang Yana di bantu prosesnya supaya ia menjadi berani dan memilih untuk karate di baris terdepan. Salah satu proses awal.

4. Efek dari pandemi yang kurang bergerak
O iya satu lagi, alasan lain aku memasukan anak pertamaku ke karate adalah, bisa jadi karena efek pandemi juga jadi ia butuh kegiatan "yang menguras energi", dan biidznillah aku mengenal Kang Yana dan Teh Ninin yang mengelola dojo ini sebagai sosok yang memang memahami kondisi dunia anak biidznillah. Bahkan di antara bela diri di sekitar rumah kami, dojo ini yang tidak ada sparing satu lawan satu antar anggotanya. Mungkin karena masih ranah anak-anak.

5. Lokasinya dekat dengan rumah
Dojo karate yang saat ini menjadi tempat olahraga anak pertamaku, berada dekat dengan rumah. Sehingga memudahkan kami untuk mengantar jemput ananda.

Pernah juga suatu hari anakku memilih untuk mengendarai sepeda dari rumah kami menuju tempat latihan, meski kala itu aku membuntutinya karena khawatir melewati jalan utama yang adakalanya masih berlalu lalang BRT.

Proses Awal Anakku masuk Dojo

Sedikit cerita saat awal mengikuti karate ini, anak pertamaku mengalami kecemasan luar biasa. Tangannya sempat gemetaran saat awal mengikuti karate ini. Pernah suatu hari ia benar-benar tegang dengan menggaruk-garuk tangannya sampai berdarah. Hari itu kami memutuskan untuk tidak melanjutkan.

Saat di rumah ia menjelaskan kalau ia datang terlambat, dan membuatnya khawatir dan perasaan tidak nyaman. Oh baik berarti kucoba untuk pertemuan berikutnya kami berangkat lebih awal, dan alhamdulillah berhasil.

Di awal-awal layaknya anak-anak lainnya ia memilih banyak menyendiri, awalnya aku sedikit prihatin dengan ini. Ia sering duduk sendirian, dan hanya menatap teman-temannya yang sedang bermain.

Ketika kutanya ia hanya menggeleng tak papa, dan hanya mengatakan belum menemukan teman ya sefrekuensi meski begitu ia tetap ingin karate.

Sebelumnya ia memiliki satu teman yang bisa dibilang sering disebelahnya, namun usai beberapa kali latihan, si sahabat barunya ini memilih untuk tidak melanjutkan. 

Kutanyakan lagi, masih mau karate, dan ia mengangguk. Aku memilih untuk selalu menemaninya ketika berlatih karate, supaya ia tahu kalau kami mendukungnya dan menemaninya. 

Saat kenaikan tingkat dari sabuk putih ke kuning, aku masih sangsi apakah ia sudah mampu, dan kami memilih untuk tidak ikut naik tingkat terlebih dahulu, sampai ia benar-benar merasa aman dan nyaman.

What the next

Meski ia tak memiliki banyak teman namun ia memiliki teman yang satu perantara, dan temannya ini sudah naik di "sabuk" kuning. 

Awalnya sedih melihatnya sendirian, satu sahabatnya sudah keluar dojo, dan satu lagi sudah naik di sabuk kuning.

Namun, alhamdulillah ia tetap semangat berlatih. Lalu kabar baik itu datang. Saat itu ia sudah mulai bisa ditinggal, dengan izin Allah dan berdoa agar ia menemukan teman yang baik. Terbilang di semester baru aku mendapat cerita kalau ia berkenalan dengan teman baru. Alhamdulillah.

Di pertemuan selanjutnya ternyata mereka menjadi akrab, dan ada murid baru, yang lalu alhamdulillah mereka bertiga sefrekuensi dalam bermain, alhamdulillah anakku sudah mendapat teman baru.

Dan sekarang, alhamdulillah tanpa diminta ia menanyakan kapan karate, bahkan pernah suatu kali ia sedang sakit dan tidak masuk sekolah, namun ngotot tetap masuk krate. 

Simpel alasannya karena ia sudah menemukan teman yang sefrekuensi yang membuat lingkungannya terasa aman dan nyaman. Alhamdulillah

Related Posts

9 komentar

  1. Wah... Selain jaga diri sendiri juga bisa jagain mama loh kalo ada yg berbuat jahat..
    Terus semangat latihan karatenya ya

    BalasHapus
  2. Aku juga baca2 masalah perundingan anak tuh banyak banget mba. Dan kita juga ngga bisa membela dan menemani anak2 selama 24 jam kan. Anak sulung ku juga ikut tapak suci, seenggaknya dia bisa defense buat dirinya sendiri.

    BalasHapus
  3. Memasukan anak ke taekwondo atau bela diri lainnya jadi pilihan yang tepat ya mbak di masa sekarang yang banyak sekali terjadi perundungan di kalangan anak-anak. Anak saya juga tertarik ikut latihan bela diri, tapi di tempatku masih belum nemu yang deket-deket rumah 😬

    BalasHapus
  4. Nah, sama sih Mba, saya mulai berpikir buat masukin anak ke klub sepak bola. Biar aktifnya anakku disalurkan ke kegiatan yang tepat. Karate juga bagus Mba, asal anaknya nyaman dan dia enjoy di sana.

    BalasHapus
  5. Sepertinya anak sekarang perlu belajar bela diri ya. Untuk jaga diri, bukan untuk pamer.

    BalasHapus
  6. Saya juga tertarik untuk mengikut sertakan anak di kegiatan bela diri. Agar mereka memiliki skill bertahan dan semangat juang, selain itu juga menambah rasa percaya diri

    BalasHapus
  7. Aku juga pengen banget anak pertamaku bisa karate.
    Harapannya seperti kak Sarah yang memberikan aktivitas bagi si introvert. Tapi Qodarullah, belum dapet tempat yang nyaman euuii~

    Padahal manfaatnya banyak banget yaa...bagi anak.
    Selain lebih bisa self-defense juga memberikan kepercayaan pada dirinya sendiri.

    BalasHapus
  8. Wah seru! Saya juga berniat untuk mengikutkan anak saya ke aktivitas bela diri gini, entah karate atau taekwondo. Selain untuk menjaga diri, bisa bikin anak lebih percaya diri juga. Dulu saya sempat ikutan karate, tapi pas pertandingan kena jebret lawan malah mewek. Wkwk, akhirnya stop tuh pas masih bocil. Sayang juga kalau diinget-inget kenapa nggak termotivasi buat lanjut terus..

    BalasHapus
  9. Wih keren udah sampai sabuk kuning, dulu aku mentok di sabuk hijau dan keburu malas 😂😂😂
    Semoga jadi penjaga mamahnya ya nak

    BalasHapus

Posting Komentar