saraahmegha.com

Generasi Strawberry, Aku Tangguh dan Tak Rapuh

13 komentar
generasi-strawberry
Apa sih generasi strawberry itu?

Sejak menjadi Ibu, aku menjadi lebih overthinking. Yap rasanya ada banyak sekali pertanyaan dalam kepalaku. Bahkan kerap juga terjadi, ketakutan-ketakutan yang tak jelas untuk kedua anakku. Apakah kelak mereka menjadi anak-anak yang tangguh di masanya? ataukah mereka akan tergerus pada zamannya?

Kemudian pikiranku melayang kembali beberapa waktu lalu aku mendapat cerita dari suamiku. Kalau itu kami hendak Safar pergi, tiba-tiba suamiku mendapat telepon dari seseorang. Awalnya aku mengira itu dari relasinya atau bisa jadi dari kantornya.

Setelah menutup telepon, suamiku bercerita. Bahwa yang menelpon tadi adalah orang tua dari salah seorang yang sedang kerja praktek yang dibimbing oleh suamiku. Aku sempat sedikit mencuri dengar, si Ibu sempat menanyakan Bagaimana progres anaknya saat kerja praktek di suamiku. Bahkan ada kata-kata bahwa suamiku memberikan tugas yang terlalu berat kepada si mahasiswa ini padahal kenyataannya tidak sama sekali, bahkan suamiku tidak memberikan tugas yang begitu penting untuk si anak ini sebatas menyalin dari data-data yang sudah ada di word. Atau puncaknya kemarin hanya menulis bab terakhir kesimpulan dan saran.

Itupun, tidak dikerjakan oleh si mahasiswa ini, akhirnya bertulah si orangtua dengan suamiku dan si mahasiswa. Bagian yang menyakitkan adalah, ketika si ibu diberitau kenyataan tentang si anak yang malah tidak mengerjakan tugas, dan masih memohon agar surat tugas praktek di tanda tangani untuk syarat kelulusan mata kuliah.
Benar si Ibu yang pasang badan, sedangkan si anak di belakang si Ibu sambil bermain handphone, menyakitkan jika aku melihat hal tersebut.
Pikiranku lalu ke mana-mana membayangkan apa yang akan terjadi di zaman anakku kelak? Membayangkan seperti apa mereka akan tumbuh, dan perasaan lain yang berkecamuk di dalam dada.

Qodarulloh, lewat beberapa hari setelah cerita itu, aku mendapati satu pesan di whatssapp grub yang membahas tentang generasi strawberry, aku langsung menyimak dan mencari tahu tentang generasi strawberry ini, dan menemukan hal menarik.

Apasih Generasi Srawberry ini?

Generasi strawberry ini pada awalnya muncul di negara Taiwan. Ada apa dengan buah strawberry? Strawberry ini dikenal sebagai buah yang eksotis Indah menarik segar namun di satu sisi buah strawberry ini mudah sekali hancur jika ditekan itulah awal mula dari penggunaan istilah generasi strawberry.

Sebelum mendapat artikel yang kemarin aku hanya mengenal nama-nama generasi itu hanya sebatas generasi milenial generasi gen Z generasi bomber, dan ternyata ada juga generasi strawberry. Dan ternyata penyebutan istilah generasi strawberry ini sudah kutemukan artikelnya sejak tahun 2016 cukup lama ya.

Siapa saja sih Generasi strawberry itu? Merujuk dari berbagai sumber generasi strawberry adalah generasi muda yang lahir pada tahun 1997 dan setelahnya. Menariknya pola pikir generasi ini adalah buah dari canggihnya teknologi, dan tsunami informasi. Mereka tumbuh menjadi generasi yang kreatif memiliki banyak ide inovatif namun yang sangat disayangkan mereka rapuh.

Banyak orang yang kurang setuju ketika generasi tersebut dikelompokkan berdasarkan tahun kelahirannya. Mereka lebih setuju jika istilah generasi strawberry ini ditujukan pada karakteristik serta perilaku pada generasi tertentu yang memiliki klasifikasi persis seperti buah strawberry.

Ada buku menarik yang sempat kutemukan yang membahas tentang generasi strawberry. Buku dengan judul yang serupa strawberry generation yang ditulis oleh prof Renald Kasali. Beliau mencoba mempelajari tentang fenomena ini. Beliau juga menjelaskan mengapa bisa muncul fenomena generasi strawberry ini, yaitu di antaranya:
1. Self diagnosis tanpa melibatkan ahli
2. Pola asuh orangtua
3. Narasi orangtua yang kurang pengetahuan dengan mudah memberi label pada anak
4. Generasi yang mudah lari dari kesulitan

Webinar Generasi Strawberry: Aku Tangguh dan Tak Rapuh

Lalu hari ini ada acara webinar yang membahas tentang Generasi Strawberry: Aku Tangguh dan Tak Rapuh yang diadakan oleh nyala frasa publishing dengan pembicara Mbak Sintarini, psikolog klinis anak. Cukup menarik karena kita membahas tentang generasi strawberry ini. Lebih banyak kita berdiskusi langsung dan bertanya bagaimana kiat kita sebagai orang tua untuk membekali anak supaya lebih. Sepertinya hampir semua orang tua berharap anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh dari mereka. Namun naasnya kita sendiri yang malah membuat anak menjadi tidak tangguh.

Kemudian bergulir pembahasan tentang generasi strawberry dan fatherless. Sebuah kenyataan bahwa negara kita adalah negara fatherless dengan peringkat kedua. Apa sih itu fatherless. Intinya anak yang kehilangan sosok ayah, entah itu karena meninggal atau karena si ayah tidak ikut berpartisipasi dalam pola pengasuhan anak.

Bagian yang paling menarik adalah ternyata anak belajar dari kedua orang tuanya. Bukan hanya dari ibu saja atau ayah saja. Dari orangtuanya, sang anak belajar akan empati, kelemah lembutan dari Ibunya.  Anak belajar ketegasan, mengambil inisiatif, serta kepemimpinan dari ayahnya. Sehingga bisa dibayangkan jika pembelajaran yang harusnya dua pilar, namun yang kuat di satu pilar saja. 
Percayalah ayah, tak ada yang sebaik anda dalam mendidik iman, visi, individualitas, tanggung jawab, nyali, daya juang, jiwa tarung, kepemimpinan, kemandirian, negosiasi, pola pikir atau ketangguhan. Karena kita (Ayah) dapatkan itu semua dari kantor, pasar, gunung, rimba, jalanan, bahkan dari perkelahian yang kita (Ayah) lakukan. Dan anak-anak kita menantikan itu semua untuk menaklukan masa depannya. - Adrianto Rusfi

Ternyata seorang Ayah memiliki porsi yang besar dalam proses jasa juang anaknya. Lantas pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana jika si anak memang ditinggal ayahnya? (meninggal dunia). Mbak Shinta menjelaskan, sesuai pengalamannya sendiri, anak akan belajar dari figur laki-laki seperti adik dari si Ibu atau Ayah, Kakak dari si Ibu atau si Ayah, Kakeknya, atau bahkan tetangga-tetangganya. Biidznillah, ternyata lingkungan dan support dari orang sekitar juga memiliki peran yang cukup besar. 

Lantas kita sebagai orangtua, bisa melakukan apa supaya anak bisa lebih tangguh?

Tentu saja ini menjadi pertanyaan yang langsung ditanyakan kepada peserta webinar. Apalagi di tengah kacaunya zaman sekarang, rasanya kita takut dan gelisah untuk melepaskan anak begitu saja. Ada yang menarik dari penjelasan Mbak Shinta. 
Mengajarkan kemandirian anak sesuai dengan umurnya! lakukan repetisi dan role play bersama anak.

Bagaimana itu penting? yap aku juga baru tersadar kalau role play ini penting, kita mengajari anak dengan role play dan berulang sampai anak paham. Misalnya saja mengajarkan anak untuk membeli sesuatu di warung. Ini bisa dilakukan anak usia tujuh tahun, sebelumnya kita perlu melakukan role play berulang tentang bagaimana dan bila terjadi sesuatu, nahkan sampai detil step stepnya, repetisi adalah kuncinya. Karena anak tak bisa langsung tahu dan hapal, lakukan berulang.

Ada hal penting lainyya, anak akan bertambah percaya diri dan berani menghadapi lingkungan saat ia bisa mengatasi rasa takut dan cemasnya, misalnya ia bisa menaklukan tantangan ke warung sendirian. Beri apresiasi, dan letupan kepercayaan diri itu akan bertambah setiap waktu. Biidznillah.

Hadiah terpenting dan terindah dari orang tua untuk anak-anaknya adalah tantangan - Carol Dweck

Ada hal menarik lainnya, kecintaan orangtua kepada anaknya ada kalanya menjadi boomerang. Orangtua cenderung menjadi lupa menyiapkan anak untuk menghadapi masalah-masalah yang ada. Memberikan kemudahan-kemudahan kepada anak, menjadi tantangan di era ini, anak jiwa fight anak menjadi lemah. Padahal kemampuan juang ini bisa makin kuat jika terus di asah. 

Untuk kita Ibu-Ibu yang masih memiliki anak usia dini, kita bisa mengajari mereka life skill dan perhatikan milestone anak sesuai dengan usia tumbuh kembangnya, karena ini juga bisa menjadi kunci, dan tangga pertama untuk melatih daya juangnya. Biidznillah.

Semoga anak-anak kita menjadi anak-anak yang berdaya juang lebih di masanya kelak, aamiin aamiin. 

Related Posts

13 komentar

  1. Aku jadi inget kejadian seorang ibu yang ng-DM gurunya untuk jagain botol minum anaknya yang ketinggalan di sekolah dan membaca berbagai reaksi Ibu lain yang mengatakan bahwa orangtua sekarang menganggap hal kaya gitu jadi tanggungjawab guru, padahal anaknya sudah berada di usia yang cukup untuk bertanggungjawab atas barang yang dimiliki.

    Memang sebagai orangtua penting banget memberikan bekal critical thinking dan orangtua menahan untuk gak ikut dalam urusan anak-anak kalau masih sepele. Tapi kalau sudah masuk ke ranah bullying, ini beda lagi ceritanya sih ya..

    Semoga dengan bekal pengasuhan yang kita tanam, anak-anak kita tumbuh kuat dan gak lembek seperti strawberry.

    BalasHapus
  2. Aku pertama kali dengan istilah generasi strawberry dari vlog nya profesor Rhenald Kasali
    Beliau bilang, anak yang lahir 2000 an terlalu dimudahkan, tak heran mereka gampang rapuh
    Tapi semua bergantung dari pola asuh orang tua juga ya mbak

    BalasHapus
  3. Semoga kita dapat membimbing anak-anak agar menjadi generasi terbaik di peradabannya kelak, butuh orang sekampung untuk mendidik anak dan semuanya dimulai dari rumah

    BalasHapus
  4. Untuk kita Ibu-Ibu yang masih memiliki anak usia dini, kita bisa mengajari mereka life skill dan perhatikan milestone anak sesuai dengan usia tumbuh kembangnya, karena ini juga bisa menjadi kunci, dan tangga pertama untuk melatih daya juangnya. Biidznillah.

    Ya nasehat indah. Semoga atas izin Allah kita bisa membersamai mereka dengan aqidah yang kuat

    BalasHapus
  5. Kadang-kadang saya merasa khawatir dengan anak-anak yang mulai remaja. Apakah pendidikan yang sudah kami berikan sudah cukup? Semoga mereka dapat menjalani hidupnya dengan akidah yang benar

    BalasHapus
  6. Perlu diperhatikan nih ya untuk orangtua. Jangan sering membantu anak menghadapi masalahnya. Kadang perlu juga untuk anak2 untuk menghadapi masalahnya secara mandiri. Asal tidak terlalu membahayakan, orangtua harus tahu batasan kapan harus membantu dan membiarkan.

    BalasHapus
  7. Aamiin ya Allaah! Harapanku jg sama mba, meskipun dibilang generasi strawberry semoga tangguh dan tetap manis (bermanfaat untuk orang2 sekitarnya), dengan didikan yang baik, insyaAllaah anak2 kita bisa ya mbaa

    BalasHapus
  8. MasyaAllah, memang sebagai orang tua, kita dituntut untuk selalu update dengan pola parenting yang kita terapkan ya, Mbak. Agar anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang kuat dan tangguh, tidak seperti strawberry, yang tampilannya menawan tapi rapuh.

    BalasHapus
  9. Semoga Allah mampukan kita bisa mendidik anak-anak kita menjadi generasi sholeh,sholehah, dan tangguh, Aamiin.

    BalasHapus
  10. wah generasi strawberry. kok sy kesannya merasa generasi yg manis dan dikit2 asem hehe sama kyk rasa strawberry

    BalasHapus
  11. Wah aku juga baru tau soal generasi strawberry ini. Pernah melihat kejadian serupa dimana orang tua pasang badan padahal anak sudah cukup dewasa untuk mengurus permasalahan nya sendiri. Dosenku dulu pernah bilang, jika ada mahasiswa yang orang tuanya dipanggil ke kampus, maka ada dua hal:
    1. Dia benar-benar berprestasi dan ortu hadir untuk mengikuti acara penghargaan
    2. Mahasiswa nya udah kebangetan, misal ga kelas beberapa bulan, intinya yg terancam DO.
    Dan yg kedua itu kejadian di fakultas ku loh. Padahal dia senior ku, malah ortunya yg repot mohon2 ke dosen biar lulus. Kan ga bisa begitu

    BalasHapus
  12. Baru tahu aku istilah generasi strawberry setelah generasi sandwich. Kalau dibilang generasi yang lahir setelah 1997 aku half agree soalnya aku banyak nemuin adek kelasku yang lahir di tahun2 tersebut gampang sekali rapuh. Terlalu banyak galaunya. Namun, ada juga sih yang benar2 strong mungkin karena didikan orang tuanya

    BalasHapus
  13. Huaa terus suamimu bilang apa mbak? Kalau aku kayaknya bakal bilang suruh anaknya menemui saya sendiri, bawa semua tugas yang sudah dikerjakan dll. Huft jadi kesel sendiri tapi kebayang sih jadi ibunya karena sayang cuma salah aja caranya

    BalasHapus

Posting Komentar