![]() |
Sisa makanan sebagai penyumbang kehancuran bumi |
Makan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi manusia. Bisa dibilang tanpa makan kita tak bisa melangsungkan kehidupan. Namun, dewasa ini jenis makanan semakin beraneka rupa dan beraneka macam. Ada kalanya hanya nafsu sesaat lalu kemudian hilang begitu saja. Makanan rumahan mulai bergeser menjadi makanan kekinian, tak apa sebenarnya bila dihabiskan dan memiliki nilai gizi yang baik untuk tubuh.
Namun, bagaimana jadinya bila makanan yang dikonsumsi ternyata tidak dihabiskan, dan bersisa? Aku ingat bagaimana Mamaku kerap memarahi kami (anak-anak beliau) jika kami tak menghabiskan makan. Beliau akan berteriak dengan lantang “Mubadzir, mubadzir, mubadzir nanti jadi temannya syaitan.”
Dan siapa sangka kebiasaan itu menjadi kebiasaanku terhadap kedua anak-anakku. Suamiku terbilang menyukai masakan rumahan dibandingkan makanan luar, ada kalanya aku memasak kebanyakan seperti sayur sop, yang ada kalanya bersisa. Membuat cah kakung atau sayur bayam, yang apabila jenis sayurannya tidak segar, sering kali bersisa juga. Suamiku pernah menegur “Masak porsi kecil saja, habis masak lagi. Daripada memasak banyak sekaligus.”
Awalnya memang terasa merepotkan, merasa porsi waktu yang digunakan untuk menjadi harus lebih banyak. Namun, aku mulai menyadari juga. Benar juga mau diapakan makanan sisanya? Pernah di fase harus dibuang di tempat cucian yang pernah menimbulkan saluran tersumbat, dan akhirnya berakhir dalam bungkusan plastik, yang ternyata baru kuketahui bahwa hal itu bisa menjadi penyumbang “penghancur” bumi.
Permasalahan mengenai sampah ini memang fenomena yang cukup memprihatinkan, bahkan sudah banyak aktivis lingkungan yang sudah turun langsung ke lapangan berharap permasalahan yang bagai benang kusut mulai mengurai dan ada titik terangnya. Namun, sayangnya tetap saja tak bisa hanya satu dua tiga kepala yang mencoba mengurainya, ada banyak pihak yang bertanggung jawab, sisi pemerintah, masyarakat berbagai elemen juga sebenarnya harus mau bergandengan tangan bersama.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kerap kali kita membuang sisa makanan dalam kantong plastik, tak hanya sisa makanan bahkan bercampur dengan sampah-sampah lainnya seperti sampah kertas, botol atau pembungkus lainnya. Sampah organik yang membusuk dan tak terurai dengan baik oleh mikroorganisme nantinya akan menghasilkan gas metana yang bisa meledak. Ia bisa meledak karena bersifat menyerap panas matahari. Kalaupun tak meledak, gas ini akan sedikit demi sedikit melubangi lapisan atmosfer dan membuat efek rumah kaca.
Sampah kita menjadi penyumbang permasalahan efek rumah kaca, tak hanya itu sampah sisa makanan kita juga bisa mencemari tanah. Sisa makanan akan membusuk, saat terjadi hujan akan larut masuk ke dalam tanah hingga masuk air bawah tanah dan mencemarinya. Jangka panjangnya gas metana yang mempengaruhi perubahan iklim.
Tak hanya itu musibah bencana alam seperti banjir, atau kekeringan mulai terasa di mana-mana. Dan tentu saja siapa yang harus bertanggungjawab? Kita! Benar langkah sederhana kita mampu menyelamatkan bumi, jikalau tak begitu terasa dampak upaya kita, setidaknya saat kita dipanggil sang kuasa, kita sudah mengupayakan diri untuk menyelamatkan bumi.
Namun, bagaimana jadinya bila makanan yang dikonsumsi ternyata tidak dihabiskan, dan bersisa? Aku ingat bagaimana Mamaku kerap memarahi kami (anak-anak beliau) jika kami tak menghabiskan makan. Beliau akan berteriak dengan lantang “Mubadzir, mubadzir, mubadzir nanti jadi temannya syaitan.”
Dan siapa sangka kebiasaan itu menjadi kebiasaanku terhadap kedua anak-anakku. Suamiku terbilang menyukai masakan rumahan dibandingkan makanan luar, ada kalanya aku memasak kebanyakan seperti sayur sop, yang ada kalanya bersisa. Membuat cah kakung atau sayur bayam, yang apabila jenis sayurannya tidak segar, sering kali bersisa juga. Suamiku pernah menegur “Masak porsi kecil saja, habis masak lagi. Daripada memasak banyak sekaligus.”
Awalnya memang terasa merepotkan, merasa porsi waktu yang digunakan untuk menjadi harus lebih banyak. Namun, aku mulai menyadari juga. Benar juga mau diapakan makanan sisanya? Pernah di fase harus dibuang di tempat cucian yang pernah menimbulkan saluran tersumbat, dan akhirnya berakhir dalam bungkusan plastik, yang ternyata baru kuketahui bahwa hal itu bisa menjadi penyumbang “penghancur” bumi.
Fakta tentang sampah sisa makanan
Cukup syok, saat mengetahui kenyataan bahwa penyumbang terbesar sampah di Indonesia adalah sisa makanan.Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total timbulan sampah di Indonesia mencapai 19,14 juta ton per tahun pada 2022. Jumlah itu didapatkan dari 162 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 41,69% sampah di dalam negeri berasal dari sisa makanan.Sedangkan menurut data Consulting Manager dan Team Leader FLW Study dari Waste4Change, pada 2000-2019, timbulan Food Loss and Waste (FLW) Indonesia mencapai 115-184 kg/kapita/tahun, atau total timbulan sebanyak 23-48 juta ton/tahun.
Sumber: https://dataindonesia.id/
Permasalahan mengenai sampah ini memang fenomena yang cukup memprihatinkan, bahkan sudah banyak aktivis lingkungan yang sudah turun langsung ke lapangan berharap permasalahan yang bagai benang kusut mulai mengurai dan ada titik terangnya. Namun, sayangnya tetap saja tak bisa hanya satu dua tiga kepala yang mencoba mengurainya, ada banyak pihak yang bertanggung jawab, sisi pemerintah, masyarakat berbagai elemen juga sebenarnya harus mau bergandengan tangan bersama.
Sampah sisa makanan bisa menjadi “penghancur” bumi
Selain jumlah sampah yang terbilang cukup fantastik ini, hampir dari masyarakat kita (termasuk aku) juga belum benar dalam mengolah sampah sisa makanan. Seringnya sisa makanan akan berakhir di tong sampah dalam bentuk dibungkus plastik. Kondisi ini yang membuat sampah sisa makanan kita akan menjadi “penghancur” bumi, lho ko bisa?Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kerap kali kita membuang sisa makanan dalam kantong plastik, tak hanya sisa makanan bahkan bercampur dengan sampah-sampah lainnya seperti sampah kertas, botol atau pembungkus lainnya. Sampah organik yang membusuk dan tak terurai dengan baik oleh mikroorganisme nantinya akan menghasilkan gas metana yang bisa meledak. Ia bisa meledak karena bersifat menyerap panas matahari. Kalaupun tak meledak, gas ini akan sedikit demi sedikit melubangi lapisan atmosfer dan membuat efek rumah kaca.
Sampah kita menjadi penyumbang permasalahan efek rumah kaca, tak hanya itu sampah sisa makanan kita juga bisa mencemari tanah. Sisa makanan akan membusuk, saat terjadi hujan akan larut masuk ke dalam tanah hingga masuk air bawah tanah dan mencemarinya. Jangka panjangnya gas metana yang mempengaruhi perubahan iklim.
Upaya sederhana menyelamatkan bumi
Krisis lingkungan sudah menjadi isu yang bergaung sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan ketika aku masih kuliah, yang mana sudah sekitar belasan tahun yang lalu. Fakta yang mengerikan, issue ini malah semakin mengerikan. Bahkan dampaknya bisa kita rasakan sendiri. Indonesia mengalami kenaikan suhu, pasti sudah terasa bagaimana rasanya bumi kita semakin panas, bahkan cuaca yang harusnya sudah musim hujan menjadi bergeser bahkan sebaliknya.Tak hanya itu musibah bencana alam seperti banjir, atau kekeringan mulai terasa di mana-mana. Dan tentu saja siapa yang harus bertanggungjawab? Kita! Benar langkah sederhana kita mampu menyelamatkan bumi, jikalau tak begitu terasa dampak upaya kita, setidaknya saat kita dipanggil sang kuasa, kita sudah mengupayakan diri untuk menyelamatkan bumi.
kita semua kudu punya peran utk bikin Bumi kian nyaman dihuni yha
BalasHapusmakasiii reminder nya
Aku kaget banget pas tahu faktanya kalau sampah makanan merupakan salah satu jenis sampah terbanyak di Indonesia. Karena kan setiap hari kita mengkonsumsi makanan, nah tanpa sadar sisa-sisa makanan yang setiap hari kita hasilkan nggak diolah dengan benar. Aku juga lagi belajar komposting nih
BalasHapusEmang bener nih, mba. Kami termasuk bersyukur punya peliharaan yang bisa menghabiskan sisa makanan. Jadi untuk sampah plastik cukup dibakar saja atau dijadikan wadah tanaman sayur.
BalasHapusIya benar. Indonesia tuh paling besar menyumbang sisa makanan. Padahal banyak juga yang kelaparan. Jadi memang sebaiknya lebih bijak lagi terhdap makanan. Apalagi kalau sedang puasa, jangan sampai kalap mata hingga banyak makanan saat berbuka tapi malah banyak yang tersisa
BalasHapusDari kecil, orang tua sudah mendidik kalau makan secukupnya. Jika kurang boleh ditambah, daripada berlebihan tapi kemudian dibuang. Dulu nasehat demikian terdengar receh. Sekarang baru terlihat dampak sampah pada lingkungan.
BalasHapusBener banget Mbak. Bumi rusak bisa jadi ulah kita yang tidak mau menyisihkan waktu untuk merawat bumi dengan hal sederhana yang setiap hari kita temui di dapur, sampah dapur yang hanya dibuang bgitu saja
BalasHapusDulu kebetulan rumah orangtua jadi semacam rumah besar yang ditinggali banyak saudara. Ternyata akibatnya kebiasaan masak banyak pun jadi melekat di rumah. Sekarang saya mulai biasakan diri memasak saat sudah mau dimakan saja. Memang rasanya riweh, tapi dibanding harus melihat sampah dapur yang berlimpah akibat masakan terbuang rasanya juga pasti sedih.
BalasHapusBenar sekali
BalasHapusSampah makanan punya kontribusi besar dalam penumpukan di TPA
Kita harus mulai mengurangi sampah makanan ini, dgn selalu menghabiskan makanannyg kita makan
Aku juga kadang masak sekali porsi besar. Tetapi kalau ada sisa makanan, aku kumpul lalu suamiku mengolahnya jadi kompos.
BalasHapusSampah makanan domestik juga termasuk penyumbang sampah makanan negeri ini lho. Berapa banyak rumah se-Indonesia yang dikit2 menyumbang sampah makanan kan. Jadi bikin kompos buat masing2 rumah emang solusi sih buat turut andil menyelamatkan bumi.
BalasHapussetuju banget,aku juga sedih kalo liat makanan dibuang-buang.Dengan mengolahnya menjadi kompos ,sisa makanan tadi bisa bermanfaat lagi
BalasHapussepakat, menyelamatkan bumi tanggung jawab bersama, bisa dimulai dari yang kita bisa dulu, paling ga bentuk pertanggungjawaban kita sebagai umat manusia
BalasHapusYa Allah, sampah makanan jadi salah satu penyumbang sampah terbesar di negeri ini ya. Banyak orang yang juga enggak sadar tapi ya, sisa makanan yang tiap hari dibuang rasanya dan dianggapnya sedikit, lama-lama ya jadi bukit, dan bisa merusak bumi ya.
BalasHapusSetuju sekali dan ingin sekali mempraktekkannya. Sejauh ini hanya baru bisa meminimalisir sampah agar tidak berakhir di tempat sampah
BalasHapusPadahal berawal dari sisa makanan ya..
BalasHapusTapi dampaknya luar biasa untuk kelestarian bumi ini.
Edukasi yang bagus dan semoga kita semua bisa menjadi lebih bijak dalam makan dan kelola sampah organik yang kita hasilkan setiap hari.
Sedih ya bacanya, segitu banyaknya negara kita menghasilkan sampah makanan. Hal ini turut menjadi perhatian aq sebagai individu, mulai pilah sampah, untuk sampah bahan masakan aku siapkan lubang khusus di taman untuk membuangnya, berusaha tidak mubadzir sama makanan. Pola jaman now, jajanan banyak, mudah di dapat, kadang dari setiap pembeliannya saja sudah menyumbang banyak kemasan yang nantinya berakhir jadi sampah :(
BalasHapusPersoalan makanan sisa yang bagi sebagian orang dianggap sepele ternyata menimbulkan dampak yang sangat besar untuk kelangsungan bumi yang kita tinggali ini, sejak dulu aku selalu mengusahakan masak secukupnya dan meminimalisir makanan sisa, kalaupun ada sisa biasanya aku kasih ke orang yang pelihara ayam.
BalasHapusFood waste sama food loss emang jadi sampah terbesar di Indonesia. Mubadzir banget. Selain jadi kompos bisa juga pilih sampah buah untjk dijadikan eco enzyme mba
BalasHapussetuju banget nih sebaiknya anak-anak kita juga diajarkan untuk selalu menghabiskan makanannya dan juga mengelola sampah. hal-hal kecil seperti buang sampah pada tempatnya bisa dijadikan kebiasaan mereka dari kecil
BalasHapusbetul kak, aku selalu mengusahakan porsi makanku secukupnya agar tidak ada sisa makanan :D
BalasHapusSetuju mba, alhamdulillah sekarang udah mulai ngompos sekalian buat dijadiin media tanam, pun di sisi lain kalau ada sisa makanan layak di kasi kucing sih, kalau ngga dimakan baru deh dikomoos
BalasHapus